Home Internasional Donald Trump Naikan Tarif Impor Terhadap China, Meksiko Dan Kanada Berpotensi Picu Perang Dagang Jil

Donald Trump Naikan Tarif Impor Terhadap China, Meksiko Dan Kanada Berpotensi Picu Perang Dagang Jil

Presiden Terpilih Amerika Serikat, Donal Trump menandatangani Tarif Impor Tinggi untuk China, Meksiko, dan Kanada, pada tanggal 1 Februari 2025

0
SHARE
Donald Trump Naikan Tarif Impor Terhadap China, Meksiko Dan Kanada Berpotensi Picu Perang Dagang Jil

Keterangan Gambar : Ariawan Gunadi - Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional

BIZNEWS.ID, Jakarta -  Donald Trump, secara resmi menetapkan kebijakan yang memperketat regulasi perdagangan internasional dengan menerapkan tarif impor signifikan terhadap sejumlah produk yang berasal dari negara mitra dagang utama. Kebijakan ini mencakup pengenaan tarif sebesar 25% terhadap barang-barang yang diimpor dari Kanada dan Meksiko, sementara produk yang berasal dari Tiongkok dikenakan bea masuk sebesar 10%.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi proteksionisme ekonomi yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri Amerika Serikat dari persaingan global yang dinilai tidak seimbang serta untuk mengoreksi defisit neraca perdagangan dengan negara-negara tersebut.

“Kebijakan tarif ini tidak hanya berimplikasi terhadap dinamika hubungan perdagangan bilateral, tetapi juga berpotensi memicu ketegangan ekonomi yang lebih luas,” kata Prof Ariawan Gunadi, Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional, Rabu,  5 Februari 2025.

Menurut Prof Ariawan, ketegangan secara ekonomi karena  China, Meksiko dan Kanada memiliki keterikatan erat dalam jaringan perdagangan internasional, khususnya dalam kerangka Perjanjian Amerika Utara dan hubungan dagang AS-Tiongkok yang selama ini menjadi perhatian utama dalam kebijakan perdagangan global.

Bagi Indonesia, kenaikan tarif bea masuk barang impor ke Amerika Serikat harus diantisipasi dengan melakukan diversifikasi ekspor karena jika tidak dilakukan Indonesia bisa terkena dampak, meski tidak langsung. Selain itu, menurut Prof Ariawan, keanggotaan Indonesia DI BRICS (Organisasi ekonomi yang dibentuk untuk menyaingi dominasi Amerika Serikat dalam perekonomian dunia – red) berpotensi terkendala dampak kenaikan tarif dari USA.

“Indonesia harus cepat bergerak dengan program diversifikasi eksport, agar tidak berpengaruh langsung terhadap ekonomi tanah air,” kata Prof Ariawan Gunadi, yang juga Guru besar hukum bisnis dan perdagangan internasional, Universitas Tarumanagara, Jakarta.

Selain melakukan diversifikasi eksport, Pemerintah Indonesia juga harus mengantisipasi dengan memafaatkan trade-trade agreement lainnya, yang sudah dikerjasamakan dengan negara-negara di amerika dan eropa.

“Pemerintah melalui kementerian Perdagangan harus memainkan peranan ini agar kenaikan tarif barang ekspor ke Amerika Serikat tidak berdampak dan Indonesia harus bergerak,” kata Prof Ariawan.

Menurut prof Ariawan, Ketiga negara, China, Meksiko, dan Kanada langsung bereaksi dan merespon terkait kenaikan tarif ekspor ke Amerika serikat. Pada tahun 2028. Donald Trump pernah menerapkan kebijakan kenaikan tarif, dan ini  berpotensi menimbulkan eskalasi ketegangan ekonomi yang mengarah pada babak baru perang dagang.

“Jika tidak disertai dengan langkah mitigasi yang memadai, peningkatan tarif tersebut dapat memicu revitaliasi dari negara mitra dagang, menciptakan efek domino yang menghambat arus perdagangan internasional dan memperburuk kondisi perekonomian global, “ Kata Prof Ariawan.

Lebih lanjut, Prof Ariawan, Kendati Indonesia tidak secara langsung menjadi pihak yang terdampak dalam kebijakan tarif yang diberlakukan, konsekuensi tidak langsung dari kebijakan tersebut tetap berpotensi mempengaruhi dinamika perdagangan global, termasuk terhadap Indonesia. “Peningkatan tarif antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya dapat menciptakan peluang bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasarnya di Amerika Serikat, mengingat kebutuhan terhadap alternatif sumber barang yang lebih kompetitif akan semakin meningkat,” kata Prof Ariawan.

Namun demikian, Menurut Prof Ariawan, Indonesia tidak boleh serta-merta menganggap hal ini sebagai keuntungan tanpa risiko, sebab negara-negara lain yang juga terdampak oleh kebijakan tarif tersebut kemungkinan besar akan berlomba-lomba mencari pasar baru, termasuk di Amerika Serikat.

Hal ini berpotensi memperketat persaingan bagi produk ekspor Indonesia dan menuntut adanya kebijakan perdagangan yang lebih adaptif serta strategi diplomasi ekonomi yang lebih cermat guna memastikan daya saing produk Indonesia tetap terjaga di tengah kondisi perdagangan internasional yang semakin kompleks. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara pemanfaatan peluang dan mitigasi risiko agar Indonesia tidak hanya mampu mengisi ceruk pasar yang tersedia, tetapi juga tetap mampu mempertahankan daya saingnya di tengah ketidakpastian ekonomi global.(*)

Penulis : Ariawan Gunadi - Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional