
BIZNEWS.ID, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menekankan pentingnya kemandirian daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang adil dan tidak membebani masyarakat. Ia mendesak pemerintah daerah (Pemda) untuk fokus pada perbaikan fundamental tata kelola sebagai kunci utama peningkatan produktivitas ekonomi, ketimbang menempuh jalan pintas menaikkan pungutan atau pajak daerah yang justru memberatkan warga.
Menurut Misbakhun, paradigma lama yang hanya mengandalkan kenaikan pajak atau retribusi tanpa adanya perbaikan signifikan pada layanan publik harus segera ditinggalkan. Pendekatan semacam itu dinilai tidak hanya kontraproduktif terhadap iklim usaha, tetapi juga mencederai rasa keadilan masyarakat yang seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah. Kemandirian daerah, tegasnya, harus diwujudkan melalui inovasi dan efektivitas pemerintahan, bukan dengan membebani rakyat.
"Kemandirian daerah adalah sebuah keniscayaan, tetapi jalannya bukan dengan menambah beban di pundak rakyat. Roda aktivitas ekonomi masyarakat harus dipermudah, birokrasi harus efisien, dan pelayanan publik harus prima. Jika pemerintah memfasilitasi warganya untuk produktif, maka basis pendapatan daerah secara alami akan menguat tanpa perlu melakukan pungutan yang eksesif," ujar Misbakhun di Jakarta.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa terdapat dua jalan utama yang saling terkait untuk mencapai tujuan tersebut. Pertama, melalui pendekatan efisiensi belanja, di mana anggaran daerah harus dialokasikan secara cermat dan diprioritaskan untuk program-program yang memiliki dampak pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian lokal, karena selama ini, belanja daerah yang tertuang dalam APBD di dominasi rata-rata diatas 50% untuk belanja pegawai. Kondisi ini menyisakan ruang fiskal yang sangat sempit untuk belanja modal dan pembangunan. Idealnya, porsi belanja pegawai ditekan hingga 30%, karena pada tahun 2027 nanti pemerintah akan menetapkan pembatasan maksimal porsi belanja pegawai daerah sebesar 30% dari total belanja APBD, sesuai UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Jadi tahun 2025 ini masih dalam masa transisi untuk memenuhi batas tersebut. Ini semua dilakukan agar daerah memiliki kapasitas fiskal yang memadai untuk pembangunan tanpa terus bergantung pada transfer pusat.
Kedua, adalah pendekatan efektivitas pelayanan publik, yang berfokus pada penyederhanaan perizinan, penyediaan infrastruktur dasar yang andal, dan penciptaan ekosistem yang ramah bagi dunia usaha.
Di samping itu, Misbakhun menambahkan, ketika masyarakat merasakan kemudahan dalam berusaha dan menjalankan kegiatan ekonominya, kesadaran untuk membayar pajak dan retribusi daerah akan tumbuh secara organik. Inilah inti dari simbiosis mutualisme antara pemerintah dan rakyat. Pemerintah melayani dengan baik, ekonomi masyarakat tumbuh, dan pada gilirannya pendapatan asli daerah (PAD) meningkat secara sehat dan berkelanjutan.
"Pada akhirnya, baik pendekatan efisiensi belanja maupun efektivitas pelayanan, keduanya bermuara pada satu tujuan: perbaikan tata kelola untuk meningkatkan produktivitas ekonomi daerah. Tujuannya bukan semata-mata angka pendapatan, melainkan menciptakan sebuah ekosistem ekonomi daerah yang kuat, mandiri, dan pada akhirnya menyejahterakan rakyatnya secara berkeadilan," tutup Misbakhun.
LEAVE A REPLY