Home Nasional Menteri PANRB Sederhanakan Proses Evaluasi Jabatan di Pemda

Menteri PANRB Sederhanakan Proses Evaluasi Jabatan di Pemda

0
SHARE
Menteri PANRB Sederhanakan Proses Evaluasi Jabatan di Pemda

Jakarta, BIZNEWS.ID - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengambil Langkah cepat untuk optimalisasi dan mempercepat proses persetujuan penetapan hasil evaluasi jabatan di lingkungan instansi daerah. Hal ini tertuang dalam surat resmi bernomor B/825/M.SM.02.00/2025 tentang Persetujuan Penetapan Hasil Evaluasi Jabatan di Instansi Daerah.

Penjelasan surat tersebut disosialisasikan kepada seluruh pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten, dan kota, yang disiarkan melalui kanal YouTube Kementerian PANRB, Rabu (25/06/2025). “Surat ini merupakan langkah strategis untuk mempercepat dan menyederhanakan proses persetujuan hasil evaluasi jabatan di instansi daerah. Hal ini dicapai dengan memungkinkan instansi daerah untuk langsung menggunakan hasil evaluasi jabatan yang sudah ada dalam lampiran surat, selama sesuai ketentuan yang berlaku” jelas Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian PANRB Aba Subagja.

Aba menjelaskan, surat ini menjadi acuan bagi instansi daerah dalam penyusunan evaluasi jabatan di instansi masing-masing. Kementerian PANRB menegaskan bahwa persetujuan penetapan hasil evaluasi jabatan untuk lingkungan provinsi serta kabupaten dan kota dapat langsung digunakan. Syaratnya, jenis jabatan dan eselonisasi harus sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam peta jabatan dan memenuhi ketentuan yang tertuang pada Surat Menteri PANRB Nomor B/825/M.SM.02.00/2025.

Sementara untuk kasus kelembagaan yang tidak tercantum dalam lampiran, instansi daerah tetap diwajibkan untuk mengajukan usulan secara langsung kepada Menteri PANRB. “Langkah ini menunjukkan komitmen Kementerian PANRB dalam menyederhanakan dan mempercepat proses administrasi kepegawaian, khususnya terkait dengan evaluasi jabatan,” tegas Aba.

Ketua Kelompok Kerja Evaluasi Jabatan Kementerian PANRB, Mita Nezky, menambahkan bahwa Surat Menteri PANRB ini diterbitkan sebagai respons terhadap dinamika struktur organisasi di pemerintah daerah yang berubah sangat cepat. Ia menegaskan bahwa percepatan administratif ini tetap berada dalam kerangka kendali regulatif. “Percepatan ini bukan berarti tanpa kendali—semua tetap harus sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam surat menteri, termasuk prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas dalam penggunaannya,” tegas Mita.

Dalam penjelasannya, Mita Nezky juga menegaskan bahwa kelas jabatan menjadi komponen utama dalam penghitungan TPP yang sah di lingkungan instansi daerah. Ia menyebut bahwa meskipun perubahan yang dilakukan hanya sebatas penambahan satu kata dalam nomenklatur jabatan, tetap wajib dilakukan penetapan ulang hasil evaluasi jabatan agar nilai dan kelas jabatan dapat ditetapkan melalui peraturan kepala daerah. “Baru setelah kelas jabatan ditetapkan dalam perkada, pembayaran TPP dapat dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kelas jabatan bukan sekadar syarat administratif, tetapi landasan hukum yang menentukan kesesuaian tunjangan dengan beban kerja,” ujarnya.

Kepala Bagian Kelembagaan dan Analisa Jabatan Biro Organisasi dan Tata Laksana Kementerian Dalam Negeri, Jose Rizal, menekankan bahwa pemberian TPP harus bersifat transformasional, tidak sekadar menjadi insentif finansial, tetapi berdampak langsung pada kualitas kinerja ASN dan organisasi. Ia juga mengingatkan bahwa kelengkapan dan validitas data dalam aplikasi SIMONA sangat penting sebagai dasar pertanggungjawaban. Jose turut menyampaikan bahwa pemerintah daerah perlu bersiap menghadapi batas maksimal belanja pegawai 30 persen pada tahun 2027 dengan merencanakan anggaran TPP secara bertahap mulai tahun anggaran 2025.

Dalam aspek perencanaan anggaran, Shalia Alama Joya, Direktur Perencanaan Anggaran Daerah,  Kementerian Dalam Negeri, menyampaikan bahwa daerah harus menyiapkan pengalokasian anggaran TPP sejak penyusunan KUA-PPAS. Ia menegaskan bahwa koordinasi lintas perangkat daerah mutlak diperlukan untuk menjamin konsistensi antara evaluasi jabatan dan besaran TPP yang dianggarkan. “Fleksibilitas boleh, tetapi akuntabilitas adalah harga mati. Prinsip kehati-hatian dalam menyusun struktur APBD harus tetap dijaga agar tidak berbenturan dengan aturan fiskal,” ujarnya.

Menutup sesi pemaparan, Joni Setiawan, Direktur Jenderal Pemeriksaan Keuangan Negara V, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), menegaskan bahwa akurasi dalam penetapan nilai dan kelas jabatan sangat penting agar pemberian TPP tidak menjadi temuan dalam audit. Ia menyampaikan bahwa setiap pengeluaran yang bersumber dari keuangan negara harus memiliki dasar hukum dan justifikasi yang jelas. “Perbedaan antara keinginan dan kemampuan fiskal daerah harus ditengahi dengan sistem pengendalian internal yang kuat dan transparansi data,” tandasnya.

Percepatan ini diharapkan berdampak positif pada peningkatan kinerja dan efektivitas ASN di daerah. Menteri PANRB melalui surat ini mendorong efisiensi birokrasi dan optimalisasi manajemen kepegawaian pada pemerintah daerah dengan memangkas prosedur yang tidak perlu, serta tetap mempertahankan control untuk kasus tertentu.